Senin, 22 Juni 2009

Pengantar Hukum Pidana


PENDAHULUAN HUKUM PIDANA

A. PENDAHULUAN

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan kepada suatu kebutuhan yang mendesak, kebutuhan pemuas diri dan bahkan kadang-kadang karena keinginan atau desakan untuk mempertahankan status diri. Secara umum kebutuhan setiap manusia itu akan dapat dipenuhi, -walaupun tidak seluruhnya, -dalam keadaan yang tidak memerlukan desakan dari dalam atau orang lain. Terhadap kebutuhan yang mendesak pemenuhanya dan harus dipenuhi dengan segera biasanya sering dilaksanakan tanpa pemikiran matang yang dapat merugikan lingkungan atau manusia lain.Hal seperti itu akan menimbulkan suatu akibat negatif yang tidak seimbang dengan suasana dari kehidupan yang bernilai baik. Untuk mengembalikan kepada suasana dan kehidupan yang bernilai baik itu di perlukan suatu pertanggung jawaban dari pelaku yang berbuat sampai ada ketidakseimbangan. Dan pertanggung jawaban yang wajib dilaksanakan oleh pelakunya berupa pelimpahan ketidak enakan masyarakat supaya dapat dirasakan juga penderitaan atau kerugian yang dialami. Pemberi pelimpahan dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang berwenang untuk itu sebagai tugas yang diberikan masyarakat kepadanya. Sedangkan penerima limpahan dalam mempertanggung jawabkan perbuatanya pelimpahan itu berupa hukuman yang disebut “dipidanakan”. Jadi bagi seseorang yang dipidanakan berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggung jawabkan perbuatanya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.Berat – ringannya hukum yang wajib dijalankan oleh seseorang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya tergantung dari penilaian masyarakat atas perbuatan orang itu. Dan penilaian yang diberikan oleh masyarakat terhadap suatu perbuatan baik atau tidak sesuai dengan ukuran rasa keadilan dan kepentingan umum. Karena itu ketentuan-ketentuan dalam pidana yang menjadi tolak ukurnya adalah kepentingan masyarakat secara umum. Dan kepentingan masyarakat secara umum ini pengertiannya sangat luas. Memang demikianlah halnya dalam hukum pidana bahwa ketentuan-ketentuannya meliputi larangan-larangan yang merupakan juga ketentuan-ketentuan dalam kesopanan, kesusilaan dan norma-norma suci agama yang dalam peristiwa hukumnya dapat merugikan masyarakat misalnya , sebagai manusia hormatilah antar sesamanya.Pernyataan ini dikehendaki berlakunya oleh kehidupan sosial dan agama. Kalau ada orang yang melanggar pernyataan ini baik dengan ucapan maupun dengan kegiatan anggota fisiknya, maka ia akan dikenakan sanksi. Hanya saja yang dapat dirasakan berat adalah sanksi hukum pidana, karena merupakan pelaksanaan pertanggung jawaban dari kegiatan yang kerjakan dan wujud dari sanksi pidana itu sebagai sesuatu yang dirasa adil oleh masyarakat.

B. DEFINISI HUKUM PIDANA MENURUT BEBERAPA PAKAR HUKUM

Beberapa pendapat Pakar hukum dari barat (Eropa) mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut :
(1). POMPE (1959: 15), menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.

(2). APELDOORN (1952: 251 – 260), menyeatakan bahwa Hukum Pidana dibedakan dari diberikan arti :Hukum Pidana materiil yang menunjuk pada perbuatan pidana dan yang oleh sebab perbuatan itu dapat dipidana, dimana perbuatan pidana itu mempunyai dua bagian, yaitu :
a. Bagian objektif merupakan suatu perbuatan atau sikap yang bertentangan dengan hukum pidana positif, sehingga bersifat melawan hukum yang menyebabkan tuntutan hukum dengan ancaman pidana atas pelanggaranya.
b. Bagian subjektif merupakan kesalahan yang menunjuk kepada pelaku untuk dipertanggung jawabkan menurut hukum.
Hukum pidana formil yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materiil dapat ditegakan.

(3). D. HAZEWINKEL-SURINGA, (1968: 1), dalam bukunya membagi hukum pidana dalam arti:a. Objektif (ius poenale), yang meliputi:1. Perintah dan larangan yang pelanggaranya diancam dengan sansi pidana oleh badan yang berhak.2. Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan Hukum Panitensier.3. Subjektif (ius puniendi), yaitu: hak Negara menurut hukum untuk menuntut pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta melaksanakan pidana.

(4). VOS (1950 : 1-4), menyatakan bahwa Hukum Pidana diberikan dalam arti bekerjanya sebagaia. Peraturan hukum objektif (ius poenale) yang dibagi menjadi :
1. Hukum Pidana materiil yaitu peraturan tentang syarat-syarat bilamana, siapa dan bagaimana sesuatu dapat dipidana.
2. Hukum Pidana formil yaitu hukum acara pidana.b. Hukum subjektif (ius punaenandi), yaitu meliputi hukum ya-ng memberikan kekuasaan untuk menetapkan ancaman pida-na, menetapkan putusan dan melaksanakan pidana yang hanya dibebankan kepada Negara atau pejabat yang ditunjuk untuk itu.
3. Hukum pidana umum (algemene stafrecht) yaitu hukum pidana yang berlaku bagi semua orang.
4. Hukum pidana khusus (byzondere strafrecht), yaitu dalam bentuknya sebagai ius speciale sperti hokum pidana militer, dan sebagai ius singulare seperti hukum pidana fiscal.

(5). ALGRA JANSSEN, (1977: 59) mengatakan bahwa hukum pidana adalah merupakan alat yang dipergunakan oleh seorang penguasa (hakim) untuk memperingati mereka yang telah melakukan suatu perbuatan yang tidak dibenarkan, reaksi dari penguasa tersebut mencabut kembali sebagian dari perlindungan yang seharusnya dinikmati oleh terpidana atas nyawa, kebebasan dan harta kekayaannya, yaitu seandainya ia telah tidak melakukan suatu tindak pidana.

Beberapa pendapat Pakar hukum Indonesia mengenai Hukum Pidana, antara lain sebagai berikut :
(1). MOELJANTO mengatakan bahwa Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hokum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :a. Menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang telah diancamkan.c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. (Bambang Poernomo, 1985 :22).

(2). SATOCHID KARTANEGARA (I :1 – 2 ), bahwa Hukum Pidana dapat dipandang dari beberapa sudut, yaitu :a. Hukum Pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah perturan yang mengandung larangan-larangan atau keharusan-keharusan terhadap pelanggarannya diancam dengan hukuman.b. Hukum Pidana dalam arti subjektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melakukan perbuatan yang dilarang.

(3). SOEDARTO (1977: 30,41) mengatakan bahwa Hukum pidana merupakan sistem sanksi yang negative, ia diterapkan, jika sarana lain sudah tidak memadai, maka hukum pidana dikatakan mempunyai fungsi, yang subsider. Pidana termasuk juga tindakan (maatregelen), bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan, sesuatu yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang dikenai, oleh karena itu, hakekat dan tujuan pidana dan pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran (justification) pidana itu.

(4). MARTIMAN PRODJOHAMIDJOJO, Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :a. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya.b. Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melakukan larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila orang yang diduga telah melanggar ketentuan tersebut.

(5). ROESLAN SALEH (1978: 5), mengatakan bahwa setiap perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada perasaan hukum masyarakat. Oleh karena itu sesuatu perbuatan pidana berarti perbuatan yang menghambat atau bertentangan dengan tercapainya tatanan dalam pergaulan yang di cita-citakan masyarakat. Sehingga isi pokok dari definisi Hukum Pidana itu dapat disimpulkan sebagai berikut :a. Hukum Pidana sebagai hukum positif.b. Substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan tentang perbuatan pidana dan menentukan tentang kesalahan bagi pelakunya.

Hukum acara pidana adalah hukum yang menentukan bagaimana menegakkan substansi hukum pidana. Hukum Pidana merupakan bagian dari Hukum public yang berisi ketentuan tentang :
1. Aturan Hukum pidana dan larangan melakukan perbuatan-perbuatan tertentu yang disertai dengan ancaman berupa sanksi pidana bagi yang melanggar larangan itu. Aturan umum hukum pidana dapat di lihat dalam KUHP maupun yang lainnya.2. Syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi bagi si pelanggar untuk dapat dijatuhkannya sanksi pidana. Berisi tentang : a). kesalahan/shuld.
2). Pertanggungjawaban pidana pada diri si pembuat/toerekeningsvadbaarheid. Dalam Hukum pidana dikenal asas geen straf sonder schuld (tiada pidana tanpa kesalahan), artinya seseorang dapat dipidana apabila perbuatannya nyata melanggar larangan Hukum pidana. Hal ini diatur pada pasal 44 KUHP tentang tidak mampu bertanggung jawab bagi si pembuat atas perbuatannya, dan pasal 48 KUHP tentang tidak dipidananya si pembuat karena dalam keadaan daya paksa (overmacht), kedua keadaan ini termasuk dalam “alasan penghapus pidana”, merupakan sebagian dari bab II buku II KUHP.
3. Tindakan dan upaya yang harus dilakukan Negara melalui aparat hukum terhadap tersangka/terdakwa sebagai pelanggar hokum pidana dalam rangka menentukan menjatuhkan dan melaksanakan sanksi pidana terhadap dirinya serta upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh tersangka/terdakwa dalam usaha mempertahankan hak-haknya.Dikatakan sebagai hokum pidana dalam arti bergerak (formil) memuat aturan tentang bagaimana Negara harus berbuat dalam rangka menegakan hokum pidana dalam arti diam (materiil) sebagimana dilihat pada angka 1 dan 2 diatas.

C. PEMBAGIAN HUKUM PIDANABeberapa pembagian hukum pidana atas dasar :
1. Hukum pidana dalam keadaan diam dan dalam keadaan bergerak.Hukum pidana dibedakan atas Hukum pidana materiil (diam) dan formil (bergerak).

2. Hukum pidana dalam arti objektif dan subjektif.Hukum pidana objektif atau ius poenale adalah hokum pidana yang dilihat dari larangan-larangan berbuat, yaitu larangan yang disertai dengan ancaman pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut (hukum pidana materiil).Hukum pidana subjektif atau ius poenandi merupakan aturan yang berisi hak atau kewenangan Negara untuk :- Menentukan larangan-larangan dalam upaya mencapai ketertiban umum.- Memberlakukan (sifat memaksa) hukum pidana yang wujudnya dengan menjatuhkan pidana kepada si pelanggar larangan.- Menjalankan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh Negara kepada pelanggar hokum.
3. Pada siapa berlakunya Hukum pidana.Dibedakan antara hukum pidana umum dan hukum pidana khusus. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga Negara (subjek hukum) dan tidak membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Sedangkan Hukum Pidana khusus adalah hokum pidana yang dibentuk oleh Negara yang hanya dikhususkan bagi subjek hukum tertentu saja. Perbedaan ini hanya berdasarkan KUHP.

4. SumbernyaPembedaan menurut sumbernya hukum pidana Umum dan hukum pidana khusus, hukum pidana Umum adalah semua ketentuan pidana yang terdapat /bersumber pada kodifikasi (KUHP dan KUHAP), sering disebut dengan hukum pidana kodifikasi. Hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang bersumber pada peraturan perundang-undangan diluar KUHP.
Hukum pidana khusus ini dibedakan atas 2 (dua) kelompok, yaitu:- Kelompok peraturan perundang-undangan Hukum pidana (ketentuan/isi peraturan perundang-undangan ini hanya mengatur satu bidang Hukum pidana.- Kelompok peraturan perundang-undangan bukan dibidang Hukum pidana, tetapi didalamnya terdapat ketentuan pidananya.

5. Wilayah berlakunya Hukum.Dari wilayah berlakunya Hukum, hukum pidan dapat dibedakan antara :- Hukum pidana umum (Hukum pidana yang dibentuk oleh Negara dan berlaku bagi subjek Hukum yang melanggar Hukum pidana di wilayah Hukum Negara).- Hukum pidana local (hukum pidana yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi subjek hokum yang melakukan perbuatan yang dilanggar oleh hokum pidana di dalam wilayah hukum pemerintahan daerah tersebut. Selain itu juga dapat dibedakan atas hukum pidana nasional dan hukum pidana internasional.

6. Bentuk/Wadahnya.Berdasarkan bentuk/wadahnya hokum pidana dapat dibedakan menjadi :- Hukum pidana tertulis (hukum pidana undang-undang)- Hukum pidana tidak tertulis (hukum pidana adat).

D. HUKUM PIDANA ISLAM
Dalam hukum pidana Islam / fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan criminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil pemahaman atas dalil-dalil hukum dari Al-qur’an dan Hadist.Dalam hukum pidana Islam hukum kepidanaan atau disebut juga dengan jarimah (perbuatan tindak pidana).
Jarimah terbagi atas :
1. Jarimah HududAdalah perbuatan pidana yang mempunyai bentuk dan batas hukumanya di dalam Al-Qur’an dan sunnah nabi Muhammad SAW. Sanksinya berupa sanksi had (ketetapan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah). Hukumannya berupa rajam, jilid atau dera, potong tangan, penjara/kurungan seumur hidup, eksekusi bunuh, pengasingan/deportasi, dan salib.

2. Jarimah Ta’zir.Adalah perbuatan pidana yang bentuk dan ancaman hukumannya ditentukan oleh penguasa (hakim) sebagai pelajaran kepada pelakunya.
Dalam pengertian istilah hukum Islam merupakan hukuman yang bersifat mendidik yang tidak mengaharuskan pelakunya dikenai had. Hukumannya berupa hukuman penjara, skorsing atau pemecatan, ganti rugi, pukulan, teguran dengan kata-kata, dan jenis hukuman lain yang dipandang sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.
Selain itu dalam hukum pidana Islam juga dikenal delik Qishas memotong atau membalas). Selain itu juga ada delik diat (denda dalam bentuk benda atau harta) berdasarkan ketentuan yang harus dibayar oleh pelaku pidana kepada pihak korban sebagai sanksi atas pelanggaran yang dilakukannya.
Perbedaanya, Qishas diberlakukan bagi perbuatan pidana yang disengaja, sedangkan Diat diberlakukan bagi perbuatan pidana yang tidak disengaja. Ibnu Rusyid mengelompokan qishas menjadi 2 (dua) yaitu, :
a. Qishas An-Nafs (pembunuhan) yaitu qishas yang membuat korbanya meninggal, sering disebut dengan kelompok al-qatlu (pembunuhan)
b. Qishas ghairu an-nafs, yaitu qishas yang membuat korbanya cidera atau melukai korbanya tidak sampai meninggal, sering disebut dengan kelompok al-jarhu (pencederaan).

E. TUJUAN HUKUM PIDANA
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
1. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
2. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya.

Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.

F. PERISTIWA HUKUM PIDANA
Peristiwa pidana yang juga disebut tindak pidana (delict) ialah suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan yang dapat dikenakan hukum pidana.
Suatu peristiwa hukum yang dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana kalau memenuhi unsur-unsur pidananya.Dan unsur-unsur itu terdiri dari :
1. Obyektif.Yaitu suatu tindakan (perbuatan) yang bertentangan dengan hukum dan mengindahkan akibat yang oleh hukum dilarang dengan ancaman hukum. Yang dijadikan titik utama dari pengertian obyektif di sini adalah tindakannya.
2. Subyektif.Yaitu perbuatan seseorang yang berakibat tidak dikehendaki oleh undang-undang. Sifat unsur ini mengutamakan adanya pelaku (seseorang atau beberapa orang).

Dilihat dari unsur-unsur pidana ini, maka kalau ada suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang harus memenuhi persyaratan supaya dapat dinyatakan sebagai peristiwa pidana.
Dan syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai suatu peristiwa pidana ialah:
a). Harus ada suatu perbuatan. Maksudnya bahwa memang benar-benar ada suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Kegiatan itu terlihat sebagai suatu perbuatan tertentu yang dapat dipahami oleh orang lain sebagai sesuatu yang merupakan peristiwa.
b). Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan dalam ketentuan hukum. Artinya perbuatan sebagai suatu peristiwa hukum memenuhi isi ketentuan hukum yang berlaku pada saat itu. Pelakunya memang benar-benar telah berbuat seperti yang terjadi dan terhadapnya wajib mempertanggung jawabkan akibat yang timbul dari perbuatan itu. Berkenaan dengan syarat ini hendaknya dapat dibedakan bahwa ada suatu perbuatan yang tidak dapat disalahkan dan terhadap pelakunya tidak perlu mempertanggung jawabkan. Perbuatan yang tidak dapat dipersalahkan itu karena dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang dalam melaksanakan tugas, membela diri dari ancaman orang lain yang mengganggu keselamatannya dan dalam keadaan darurat.
c). Harus terbukti adanya kesalahan yang dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya bahwa perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang itu dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang disalahkan oleh ketentuan hukum.
d). Harus berlawanan dengan hukum. Artinya suatu perbuatan yang berlawanan dengan hukum dimaksudkan kalau tindakannya nyata-nyata bertentangan dengan aturan hukum.
e). Harus tersedia ancaman hukumannya. Maksudnya kalau ada ketentuan yang mengatur tentang larangan atau keharusan dalam suatu perbuatan tertentu, maka ketentuan itu memuat sanksi ancaman hukumannya. Dan ancaman hukuman itu dinyatakan secara tegas maksimal hukumnya yang harus dilaksanakan oleh para pelakunya. Kalau di dalam suatu perbuatan tertentu, maka dalam peristiwa pidana terhadap pelakunya tidak perlu melaksanakan hukuman.
G. HUKUM PIDANA INDONESIA
Hukum pidana Indonesia bentuknya tertulis dikodifikasikan dalam sebuah kitab undang-undang dan dalam perkembanganya banyak yang tertulis tidak dikodifikasikan berupa undang-undang, hukum pidana yang tertulis dikodifikasikan itu tertera ketentuan-ketentuannya di dalam kitab undang-undang hukum Pidana (KUHP) yang berasal dari zaman pemerintah penjajahan Belanda.
Kitab undang-undang hukum Pidana (KUHP) terdiri atas 569 pasal, secara sistematik dibagi dalam :
Buku I : Memuat tentang ketentuan-ketentuan umum (Algemene Leerstrukken) Pasal 1 – 103.Buku
Buku II : Mengatur tentang tindak pidana Kejahatan ( Misdrijven) pasal 104 – 488
Buku III : Mengatur tentang tindak pidana Pelanggaran (Overstr-dingen) 489 – 569.

H. RUANG LINGKUP BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup berlakunya aturan hukum pidana itu ada empat (4), ialah :1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

I. SISTEM HUKUMAN
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari :a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).1. Hukuman mati2. Hukuman penjara3. Hukuman kurungan4. Hukuman dendab. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)1. Pencabutan beberapa hak tertentu2. Perampasan barang-barang tertentu3. Pengumuman putusan hakim.

J. HUKUM ACARA PIDANA
Hukum acara Pidana yang disebut juga hukum Pidana formal mengatur cara bagaimana pemerintah menjaga kelangsungan pelaksanaan hukum pidana material. Penyelenggaraannya berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981, tentang hukum acara pidana. Ketentuan-ketentuan hukum acara pidana itu ditulis secara sistematik dan teratur dalam sebuah kitab undang-undang hukum, berarti dikodifikasikan dalam kitab undang-undang hukum acara Pidana (KUHAP), KUHAP itu diundangkan berlakunya sejak tanggal 31 Desember 1981 melalui Lembaran Negara Republik Indonesia No. 76, tambahan lembaran Negara No. 3209.Tujuan pengkodifikasian hukum acara pidana itu terutama sebagai pengganti Regleemen Indonesia (RIB), tentang acara pidana yang sangat tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat dengan sasaran memberikan perlindungan kepada hak-hak asasi manusia. Sedangkan fungsinya menyelesaikan masalah dalam mempertahankan kepentingan umum.
Ketentuan-ketentuan KUHAP yang terdiri dari 286 pasal, menurut pasal 2-nya menyatakan bahwa KUHAP berlaku untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan peradilan umum. Maksudnya, ruang lingkup berlakunya KUHAP ini mengikuti asas-asas hukum pidana dan yang berwenang mengadili tindak-tindak pidana berdasarkan KUHAP hanya peradilan Umum, kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang itu.
Untuk melaksanakan KUHAP perlu diketahi beberapa hal penting antara lain ialah :
a. Asas praduga tidak Bersalah (presumption of innacence)Dalam pasal 8 Undang-undang No. 14 Tahun 1970 dinyatakan bahwa “ setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan/ atau dihadapkan di depan Pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan Pengadilan, yang mengatakan kesalahanya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap” berdasarkan asas praduga tidak bersalah ini, maka bagi seseorang sejak disangka melakukan tindak pidana tertentu sampai mendapat putusan yang mempunyai kekuatan hukum pasti dari hakim Pengadilan, maka ia masih tetap memiliki hak-hak individunya sebagai warga negara.
b. KoneksitasPerkara Koneksitas yaitu tindak pidana yang dilakukan bersama-sama antara seorang atau lebih yang hanya dapat diadili oleh Peradilan Umum dan seorang atau lebih yang hanya dapat diadili oleh peradilan militer. Menurut pasal 89 ayat 1 dinyatakan bahwa “ Tindak Pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk lingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer, diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan-peradilan umum, kecuali jika menurut keputusan menteri pertahanan dan keamanan dengan persetujuan menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh pengadilan dalam lingkungan peradilan militer”. Berdasarkan ketentuan pasal ini, maka kewenangan dalam mengadili perkara koneksitas ada pada peradilan umum. Tetapi kewenangan peradilan umum tidak mutlak tergantung kepada kerugian yang ditimbulkan dari adanya tindak pidana itu.

c. Pengawasan Pelaksanaan Putusan PengadilanPelaksanaan putusan perkara pidana dalam tingkat pertama yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dilakukan oleh jaksa dalam melaksanakan putusan (eksekusi) itu ketua pengadilan melakukan tugas pengawasan dan pengamatan. Dalam pasal 277 ayat 1 KUHAP dinyatakan bahwa “ pada setiap pengadilan harus ada hakim yang diberi tugas khusus untuk membantu Ketua dalam melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap putusan pengadilan yang menjatuhkan Pidana perampasan kemerdekaan”.

KUHP POKOK
- PASAL 10 :TENTANG PIDANA POKOK DAN TAMBAHAN.
- PASAL 53 : PERCOBAAN KEJAHATAN
- PASAL 104 : TENTANG PENYERANGAN ATAU MAKAR
- PASAL 130 : KEJAHATAN THDP KEAMANAN NEGARA
- PASAL 131 : KEJAHATAN THDP MARTABAT PRESIDEN DAN WAPRES
- PASAL 140 : KEJAHATAN POLITIK
- PASAL 187 : PEMBAKARAN
- PASAL 170 : PENGEROYOKAN
- PASAL 209 : MEMBERI SUAP
- PASAL 241 : PEMBUNUHAN TERHADAP ANAK
- PASAL 242 : SUMPAH PALSU DAN KETERANGAN PALSU
- PASAL 244 : PEMALSUAN MATA UANG
- PASAL 254 : PEMALSUAN MATERAI,SURAT / MEREK
- PASAL 281 : KEJAHATAN KESUSILAAN
- PASAL 285 : PEMERKOSAAN
- PASAL 300 : MINUMAN KERAS
- PASAL 303 : PERJUDIAN
- PASAL 304 : PEMBIARAN/MENINGGALKAN ORG YANG PERLU DITOLONG
- PASAL 310 : PENGHINAAN
- PASAL 311 : MENFITNAH
- PASAL 315 : PENGHINAAN RINGAN
- PASAL 328 : PENCULIKAN
- PASAL 338 : PEMBUNUHAN BIASA
- PASAL 340 : PEMBUNUHAN BERENCANA
- PASAL 352 : PENGANIAYAAN RINGAN
- PASAL 362 : PENCURIAN BIASA
- PASAL 363 : PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN
- PASAL 364 : PENCURIAN RINGAN
- PASAL 365 : PENCURIAN DENGAN KEKERASAN
- PASAL 368 : PEMERASAN
- PASAL 372 : PENGGELAPAN BIASA
- PASAL 374 : PENGGELAPAN BERENCANA
- PASAL 378 : PENIPUAN
- PASAL 406 : PENGRUSAKAN
- PASAL 480 : PENADAHAN
- PASAL 485 : PELANGGARAN KUHP

Posted June 3rd, 2009 by masykur romdoni

Pengantar Hukum Lingkungan


Hukum Lingkungan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Hukum lingkungan dalam bidang ilmu hukum, merupakan salah satu bidang ilmu hukum yang paling strategis karena hukum lingkungan mempunyai banyak segi yaitu segi hukum administrasi, segi hukum pidana, dan segi hukum perdata. Dengan demikian, tentu saja hukum lingkungan memiliki aspek yang lebih kompleks. Sehingga untuk mendalami hukum lingkungan itu sangat mustahil apabila dilakukan seorang diri, karena kaitannya yang sangat erat dengan segi hukum yang lain yang mencakup pula hukum lingkungan di dalamnya.
Dalam pengertian sederhana, hukum lingkungan diartikan sebagai hukum yang mengatur tatanan lingkungan (lingkungan hidup), di mana lingkungan mencakup semua benda dan kondisi, termasuk di dalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam ruang di mana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia serta jasad-jasad hidup lainnya. Dalam pengertian secara modern, hukum lingkungan lebih berorientasi pada lingkungan atau Environment-Oriented Law, sedang hukum lingkungan yang secara klasik lebih menekankan pada orientasi penggunaan lingkungan atau Use-Oriented Law.

A. Hukum Lingkungan Modern
Dalam hukum lingkungan modern, ditetapkan ketentuan dan norma-norma guna mengatur tindak perbuatan manusia dengan tujuan untuk melindungi lingkungan dari kerusakan dan kemerosotan mutunya demi untuk menjamin kelestariannya agar dapat secara langsung terus-menerus digunakan oleh generasi sekarang maupun generasi-generasi mendatang. Hukum Lingkungan modern berorientasi pada lingkungan, sehingga sifat dan waktunya juga mengikuti sifat dan watak dari lingkungan itu sendiri dan dengan demikian lebih banyak berguru kepada ekologi. Dengan orientasi kepada lingkungan ini, maka Hukum Lingkungan Modern memiliki sifat utuh menyeluruh atau komprehensif integral, selalu berada dalam dinamika dengan sifat dan wataknya yang luwes.

B. Hukum Lingkungan Klasik
Sebaliknya Hukum Lingkungan Klasik menetapkan ketentuan dan norma-norma dengan tujuan terutama sekali untuk menjamin penggunaan dan eksploitasi sumber-sumber daya lingkungan dengan berbagai akal dan kepandaian manusia guna mencapai hasil semaksimal mungkin, dan dalam jangka waktu yang sesingkat-singkatnya. Hukum Lingkungan Klasik bersifat sektoral, serta kaku dan sukar berubah. Mochtar Kusumaatmadja mengemukakan, bahwa sistem pendekatan terpadu atau utuh harus diterapkan oleh hukum untuk mampu mengatur lingkungan hidup manusia secara tepat dan baik, sistem pendekatan ini telah melandasi perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia. Drupsteen mengemukakan, bahwa Hukum Lingkungan (Millieu recht) adalah hukum yang berhubungan dengan lingkungan alam (Naturalijk milleu) dalam arti seluas-luasnya. Ruang lingkupnya berkaitan dengan dan ditentukan oleh ruang lingkup pengelolaan lingkungan. Mengingat pengelolaan lingkungan dilakukan terutama oleh Pemerintah, maka Hukum Lingkungan sebagian besar terdiri atas Hukum Pemerintahan (bestuursrecht).


Hukum Lingkungan merupakan instrumentarium yuridis bagi pengelolaan lingkungan hidup, dengan demikian hukum lingkungan pada hakekatnya merupakan suatu bidang hukum yang terutama sekali dikuasai oleh kaidah-kaidah hukum tata usaha negara atau hukum pemerintahan. Untuk itu dalam pelaksanaannya aparat pemerintah perlu memperhatikan “Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik” (Algemene Beginselen van Behoorlijk Bestuur/General Principles of Good Administration). Hal ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaan kebijaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan pengelolaan lingkungan hidup.
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Lingkungan"
Kategori: Hukum

Minggu, 21 Juni 2009

Pengantar Ilmu Hukum



BAB I PENDAHULUAN

Sejak dahulu, manusia hidup bersama, berkelompok membentuk masyarakat tertentu, mendiami suatu tempat, dan menghasilkan kebudayaan sesuai dengan keadaan dan tempat tersebut. Manusia secara kodrati adalah sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Tiap manusia mempunyai sifat, watak, dan kehendak sendiri. Namun dalam masyarakat manusia mengadakan hubungan satu sama lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu membantu untuk memperoleh keperluan hidupnya. Setiap manusia memiliki kepentingan, dan acap kali kepentingan tersebut berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Apabila ketidak-seimbangan perhubungan masyarakat yang menjadi perselisihan itu dibiarkan, maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu, dari pemikiran manusia dalam masyarakat dan makhluk sosial , kelompok manusia menghasilkan suatu kebudayaan yang bernama kaidah atau aturan atau hukum tertentu yang mengatur segala tingkah lakunya agar tidak menyimpang dari hati sanubari manusia.Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kebudayaan manusia mengalami perkembangan pula. Termasuk perkembangan hukum. Peradaban yang semakin berkembang membuat kehidupan manusia sangat membutuhkan aturan yang dapat membatasi prilaku manusia sendiri yang telah banyak menyimpang seiring dengan perkembangan pemikiran manusia yang semakin maju.Aturan atau hukum tersebut mengalami perubahan dan terus mengalami perubahan yang disesuaikan dengan kemajuan zaman. Untuk itu, suatu negara hukum sangat perlu mengadakan pembangunan terutama di bidang hukum. Mengenai pembangunan hukum ini tidaklah mudah dilakukan. Hal ini disebabkan pembangunan hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan tertib hukum yang lain.

BAB II Pengertian Hukum
Mengenai apakah hukum itu, menjadi pertanyaan pertama setiap orang yang mulai mempelajari tentang hukum. Sebenarnya sangat sulit untuk memberikan definisi tentang hukum. Karena menurut Prof. Mr. Dr. L.J. Van Apeldoorn dalam bukunya berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht” adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Hampir semua sarjana hukum memberikan pembatasan mengenai hukum yang berlainan. Beberapa ahli seperti Aristoteles, Grotius, Hobbes, Philip S. James, dan Van Vollenhoven memberikan definisi hukum yang berbeda-beda.
Misalnya menurut Immanuel Kant bahwa hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari orang lain, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.
Menurut Ultrecht, hukum adalah peraturan yang berisi perintah dan larangan yang mengatur masyarakat, sehingga harus dipatuhi.
Menurut Kansil, hukum adalah peraturan hidup yang bersifat memaksa. Dan menurut Mochtar Kusumaatmadja, bahwa hukum yang menandai tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, melainkan juga meliputi lembaga-lembaga dan proses yang mewujudkan kaidah-kaidah itu dalam masyarakat.Hukum sebagai kaidah atau aturan yang mengatur kehidupan masyarakat memiliki beberapa pengertian yang bersumber dari para ahli. Ada juga beberapa sarjana dari Indonesia yang memberikan rumusan tentang hukum itu.
Diantaranya adalah :S.M. Amin, S.H.Dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam Hukum”, bahwa hukum adalah kumpulan peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum dan tujuan hukum itu adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara.
J.C.T. Simorangkir, S.H. dan Woerjono Sastropranoto, S.H.Dalam buku yang disusun bersama berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” bahwa hukum adalah peraturan-peraturan tang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam kehidupan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu.
M.H. Tirtaatmadjadja, S.H.Dalam bukunya “Pokok-pokok Hukum Perniagaan” bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu, akan merugikan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
Ciri-ciri Hukum Agar dapat mengetahui dan mengenal apakah hukum itu, sebelumnya harus dapat mengetahui ciri-ciri hukum, diantaranya adalah 1.Adanya perintah dan/ atau larangan.Bahwa hukum itu merupakan aturan yang berisi perintah atau larangan yang ditujukan kepada objek hukum. 2.Perintah dan/ atau larangan itu harus dipatuhi oleh setiap orang.
Bahwa hukum itu harus dipatuhi setiap orang, karena telah menjadi kesepakatan bersama di dalam kontrak social. Dan bagi objek hukum yang melanggarnya akan mendapat sanksi berdasarkan hukum yang berlaku.Setiap orang wajib bertindak sedemikian rupa dalam masyarakat, sehingga tata tertib dalam masyarkat itu tetap terpelihara dengan sebaik-baiknya.Unsur-unsur, Sifat, dan Tujuan HukumDari beberapa perumusan tentang hukum yang telah diberikan para Sarjana Hukum Indonesia, dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum itu meliputi beberapa unsur, yaitu :Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan bermasyarakat.Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.Peraturan itu bersifat memaksa.Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Adanya proses untuk mewujudkan kaidah, dan asas yang tertulis/ tidak tertulisDilihat dari unsur-unsurnya, maka sifat dari hukum adalah mengatur dan memaksa. Ia merupakan peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mau patuh mentaatinya.Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh seluruh anggota masyarakat, maka peraturan hukum yang ada harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, tujuan hukum itu adalah menegakkan keadilan, membuat pedoman, dan bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu harus pula bersendikan pada keadilan. Selain itu, dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
Teori-teori tentang tujuan hukum :Teori etika/ etis, yaitu yujuan hukum semata-mata untuk mencapai keadilan. Menurut Ulpianus, keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan setiap orang apa yang semestinya.
Aristoteles membagi kedilan menjadi dua, yaitu keadilan distributif (keadilan yang diperoleh berdasarkan jasanya, yang hubungannya dengan masyarakat (Negara)), dan keadilan kumulatif (keadilan yang didasarkan pada penyamarataan hubungan individu).Teori utilitas, yaitu hukum itu bertujuan untuk kemanfaatan/ faedah orang terbanyak dalam masyarakat.Teori campuran, teori ini merupakan gabungan antara teori etis dengan teori utilitas, yaitu tujuan hukum tidak hanya untuk keadilan semata, tetapi juga untuk kemanfaatan orang banyak.Teori terakhir. Yaitu tujuan hukum itu semestinya ditekankan kepada fungsi hukum yang menurutnya hanya untuk menjamin kepastian hukum.

Sumber-sumber Hukum
Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.
Sumber hukum dapat ditinjau dari segi material dan segi formal.
1.Sumber-sumber hukum material, dapat ditinjau dari barbagai sudut misalnya dari sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, dsb.
2.Sumber-sumber hukum formal, antara lain adalah :Undang-undang (statute). Adalah suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum mengikat, diadakan dan dipelihara oleh negara.
3 .Kebiasaan (costum). Adalah perbuatan manusia yang dilakukan berulang-ulang.
4Keputusan-keputusan hakim (Jurisprudentie). Adalah keputusan hakim terdahulu yang sering diikuti dan dijadikan dasar keputusan oleh hakim kemudian mengenai masalah yang sama. 5Traktat (treaty). Adalah perjanjian yang dilakukan oleh dua negara atau lebih yang juga mengikat warganegara-warganegara dari negara-negara yang bersangkutan.
6Pendapat sarjana hukum (doktrin). Adalah pendapat para sarjana hukun ternama yang juga mempunyai kekuasaan dan berpengaruh dalam pengambilan keputusan oleh hakim.
Mazhab-mazhab Ilmu Pengetahuan
1.Mazhab Hukum Alam
Ada tiga tokoh dalam mazhab hukumalam, yaitu Aristoteles, Thomas van Aquino, dan Grotius. Aristoteles membagi dua bagian hukum, yaitu hukum yang dibuat oleh penguasa Negara, dan hukum yang dianggap baik pleh manusia itu sendiri. Hukum alam adalah hukum yang oleh orang-orang berpikiran sehat dirasakan sebagai selaras dengan kodrat alam. Menurut Thomas van Aquino (1225-1247) bahwa segala kejadian di dunia ini diperintah dan dikemudikan oleh suatu “Undang-undang abadi” (“Lex eternal”), yang menjadi dasar kekuasaan dari peraturan-peraturan lainnya. Lex Eterna ini ialah kehendak dan pikiran Tuhan yang menciptakan dunia ini. Manusia dikaruniai Tuhan dengan kemampuan berpikir dan kecakapan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk serta mengenal berbagai peraturan perundangan yang langsung berasal dari “Undang-undang abadi” itu, dan yang oleh Thomas van Aquino dinamakan “HukumAlam” (“Lex naturalis”).Hukum alam tersebut hanyalah memuat asas-asas umum seperti misalnya :Berbuat baik dan jauhilah kejahatan.Bertindaklah menurut pikiran sehatCintailah sesamamu seperti engkau mencintai dirimu sendiri.Menurut Hugo de Groot (abad 17, seorang penganjur hukum alam), hukum alam adalah pertimbangan pikiran yang menunjukan mana yang benar dan mana yang tidak benar. Hukum alam itu merupakan suatu pernyataan pikiran (akal) manusia yang sehat mengenai apakah suatu perbuatan sesuai dengan kodrat manusia, dank arena itu apakah perbuatan tersebut diperlukan atau harus ditolak.
2.Mazhab Sejarah
Tokoh dalam mazhab sejarah yaitu Friedrich Carl von Savigny (1779-1861). Von Savigny berpendapat bahwa hukum itu harus dipandang sebagai suatu penjelmaan dari jiwa atau rohani suatu bangsa; selalu ada suatuhubungan yang erat antara hukum dengan kepribadian suatu bangsa. Hukum bukan diciptakan pleh orang, melainkan tumbuh sendiri di tengah-tengah rakyat; hukum itu adalah penjelmaan dari kehendak rakyat, yang pada suatu saat juga akan mati apabila suatu bangsa kehilangan kepribadiannya.Menurut pendapat tersebut, jelaslah bahwa hukum itu merupakan suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari sejarah suatu bangsa. Aliran yang menghubungkan hukum dengan sejarah dinamakan “Mazhab Sejarah”. Mazhab sejarah itu menimbulkan hukum positif (Ius Constitutum).Ada beberapa kebaikan dan keburukan dari mazhab sejarah. Kebaikannya antara lain:Meningkatkan penghargaan nilai-nilai budaya bangsa sendiriMenaikan derajat kebiasaan hukumMelihat hukum sebagai kenyataan sosialMembuktikan bahwa logika bukan satu-satunya sumber pemikiran hukum
Dan keburukannya antara lain:Tidak memperhatikan arti pentingnya peraturan perundanganPerkembangan hukum menjadi lambatTidak memberikan kepastian hukumSulit menentukan yang mana hukum dan mana yang bukan hukumTidak dapat menerangkan jiwa bangsa itu sendiri
3.Teori Teokrasi (Kedaulatan Tuhan)Pada masa lampau,
Di Eropa para ahli filosof menganggap dan mengajarkan bahwa hukum itu berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, dan oleh karena itu, maka manusia diperintahkan oleh Tuhan untuk tunduk pada hukum. Berhubung peraturan perundangna itu ditetapkan oleh penguasa Negara, maka oleh teori Teokrasi diajarkan bahwa para penguasa Negara itu mendapat kuasa dari Tuhan; seolah-olah para Raja dan penguasa lainnya merupakan wakil Tuhan. Teori Teokrasi ini di Eropa Barat diterima umum hingga zaman Reinassance.
4.Teori Kedaulatan Rakyat
Menurut aliran rasionalisme ini, bahwa Raja dan penguasa Negara lainnya memperoleh kekuasaannya itu bukan dari Tuhan, tetapi dari rakyatnya. Pada abad pertengahan diajarkan bahwa kekuasaan Raja itu berasal dari suatu perjanjian antara Raja dengan rakyatnnya. Kemudian pada abad 18, J.J.Rousseau memperkenalkan teorinya bahwa dasar terjadinya suatu Negara ialah “Perjanjian masyarakat” (Contrat Social”) yang diadakan oleh dan antara anggota masyarakat untuk mendirikan suatu Negara.
5.Teori Kedaulatan Hukum
Tokoh dari aliran ini adalah Prof. Mr H. Krabbe dan Leon Duguit. Menurut Krabbe, hukum hanyalah apa yang memenuhi rasa keadilan orang terbanyak yang ditundukan kepadanya. Karena sifatnya yang berusaha mencapai keadilan yang setinggi-tinginya, maka hukum itu wajib ditaati oleh manusia. Hukum itu ada, karena anggata masyarakat mempunya perasaan bagaimana seharusnya hukum itu. Hanyalah kaidah yang timbul dari perasaan hukum anggota suatu masyarakat, mempunyai kewibawaan/ kekuasaan.

6.Asas Keseimbangan
Kranenburg, murid dari dan pengganti Prof. Krabbe berusaha mencari dalil yang menjadi dasar berfungsinya kesadaran hukum orang. Dalil tersebut dirumuskan oleh Kranenburg sebagai berikut: tiap orang menerima keuntungan atau mendapat kerugian sebanyak dasar-dasar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Dalil ini oleh Kranenburg dinamakan asas keseimbangan.Penemuan HukumAkibat perkembangan masyarakat, maka perkembangan hukum berjalan seiring sejalan. Hakim merupakan salah satu faktor pembentukan hukum. Badan Legislatif menetapkan peraturan yang berlaku sebagai peraturan umum, sedangkan pertimbangan dalam pelaksanaan hal-hal konkret diserahkan kepada hakim, sebagai pemegang kekuasaan Yudikatif.Yang dilakukan hakim yaitu :1)Konstruksi hukum. Misalnya pada pasal 1576 tentang jual beli “Koop Break Geen Huur”2)Penafsiran hukum.
Ada beberapa metode penafsiran, yaitu
1. Penafsiran tata bahasa, yaitu penafsiran yang berdasarkan ketentuan UU yang berpedoman pada perkataan.
2. Penafsiran sahih, yaitu penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang telah diberikan oleh pembentuk UU.
3. Penafsiran historis, yaitu penafsira yang berdasarkan sejarah hukum dan UU-nya.
4. Penafsiran sistematis, yaitu penafsiran menilik susunan yang berhubungan dengan bunyi pasal-pasallainnya baik dalam UU itu, maupun dengan UU yang lainnya.
5. Penafsiran Nasional, yaitu penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku.
6. Penafsiran teleologis, yaitu penafsiran dengan mengingat maksud dan tujuan undang-undan itu.Penafsiran ekstensif, yaitu memberi tafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan itu.
7. Penafsiran restriktif, yaitu penafsiran dengan membatasi (mempersempit) arti kata-kata dalam peraturan itu.
8. Penafsiran analogis, yaitu memberi tafsiran pada suatu peraturan hukum dengan memberi ibarat pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya.
9. Penafsiran a contrario, yaitu suatu cara menafsirkan undang-undang yang didasarkan pada perlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dan soal yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.
Macam-macam Pembagian Hukum
1.Menurut sumbernya :a.Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundangan.b.Hukum adat, yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.c.Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh Negara-negara suatu dalam perjanjian Negara.d.Hukum jurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena putusan hakim.
2.Menurut bentuknya :a.Hukum tertulis, yaitu hukum yang dicantumkan pada berbagai perundanganb.Hukum tidak tertulis (hukum kebiasaan), yaitu hukum yang masih hidup dalam keyakinan masyarakat, tapi tidak tertulis, namun berlakunya ditaati seperti suatu peraturan perundangan.
3.Menurut tempat berlakunya :a.Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam suatu Negara.b.Hukum internasional, yaitu yang mengatur hubungan hubungan hukum dalam dunia internasional.c.Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam Negara lain.d.Hukum gereja, yaitu kumpulan norma-norma yang ditetapkan oleh gereja.
4.Menurut waktu berlakunya :a.Ius constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu dalam suatu daerah tertentu.b.Ius constituendum, yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada masa yang akan datang.c.Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku dimana-mana dalam segala waktu dan untuk segala bangsa di dunia.
5. Menurut cara mempertahankannya :a.Hukum material, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur kepentingan dan hubungan yang berwujud perintah-perintah dan larangan.b.Hukum formal, yaitu hukum yang memuat peraturan yang mengatur tentang bagaimana cara melaksanakan hukum material
6. Menurut sifatnya :a.Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun mempunyai paksaan mutlak.b.Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan apabila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
7.Menurut wujudnya :a.Hukum obyektif, yaitu hukum dalam suatu Negara berlaku umum.b.Hukum subyektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum obyektif dan berlaku pada orang tertentu atau lebih. Disebut juga hak.
8.Menurut isinya :a.Hukum privat, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara orang yang satu dengan yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan.b.Hukum publik, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara Negara dengan alat kelengkapannya ata hubungan antara Negara dengan warganegara.
Kaidah/ NormaKaidah atau norma hukum adalah peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam hidup bermasyarakat yang berasal dari hati sanubari manusia.
Macam-macam norma :
1)Norma agama, yaitu peraturan hidup yang diterima sebagai perintah-perintah, larangan-larangan, dan anjuran yang berasal dari Tuhan Yang Maha Esa.
2)Norma kesusilaan, yaitu peraturan yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia, yang diikuti dan diinsyafi oleh setiap orang
3)Norma kesopanan, yaitu peraturan hidup yang timbul dari pergaulan hidup segolongan orang.
4)Norma hukum, yaitu peraturan-peraturan yang timbul dari norma hukum, dibuat oleh penguasa, dan dipertahankan dengan segala paksaa oleh alat-alat Negara.
BAB IIIPENUTUP
Dari uraian singkat materi mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum diatas, disimpulkan bahwa pengertian hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi yang bertujuan menjaga ketertiban pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban tetap terpelihara.Yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala apa yang menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yaitu aturan yang kalau dilanggar akan mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.Hukum memiliki ciri-ciri, unsur-unsur, sifat, dan tujuan hukum. Mazhab ilmu pengetahuan digunakan sebagai dasar bagi penemuan hukum, yang memiliki pengertian yang dijelaskan oleh para ahli hukum.Dari ciri-ciri hukum disebutkan bahwa sanksi terhadap pelanggaran hukum adalah tegas, maka dari itu setiap orang wajib mentaati hukum, agar senantiasa tercipta kehidupan yang aman dan damai.
DAFTAR PUSTAKA
Kansil, C.S.T. Drs. SH, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta 1989.

Rabu, 17 Juni 2009

kata Pengantar

Assalamualaikum Wr Wb. blog ini saya ciptakan untuk menguraikan tentang segala hal yang bersangkutan tentang perkembangan Hukum Di Indonesia..Wasalam.